Selasa, 02 Juli 2013

Lapangan Kerja, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN
1)      LATAR BELAKANGPerekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah. Hingga tahun 2002 saja telah banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin bertambah dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia.2)      RUMUSAN MASALAHSeperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:1.      Definisi pengangguran2.      Masalah pengangguran di Indonesia3.      Data pengangguran di Indonesia4.      Pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan5.      Faktor penyebab pengangguran di Indonesia6.      Dampak pengangguran di Indonesia7.      Cara mengatasi pengangguran di Indonesia3)      TUJUAN PENULISANTujuan penulis membuat makalah yang berjudul “Pengangguran di Indonesia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi” adalah sebagai berikut:1.      Mengetahui definisi dari pengangguran2.      Mengetahui masalah-masalah pengangguran yang ada di Indonesia3.      Mengetahui data pengangguran di Indonesia4.      Mengetahui pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan5.      Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pengangguran di Indonesia6.      Mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari pengangguran di Indonesia7.      Mengetahui bagaimana cara mengatasi pengangguran di Indonesia
BAB IIISI1.     Definisi PengangguranPengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakatakan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran menurut para tokoh, diantaranya:
- Definisi pengangguran menurut Sadono SukirnoPengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
- Definisi pengangguran menurut Payman J. SimanjuntakPengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
- Definisi pengangguran menurut MenakertransPengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis & macam pengangguranØ  Berdasarkan jam kerjaBerdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:

  • Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment). Pengangguran terselubung terjadi jika tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena sesuatu alas an tertentu. Misalnya, untuk mengerjakan suatu pekerjaan sebenarnya cukup untuk dilakukan oleh lima orang, tetapi dilakukan oleh tujuh orang. Oleh karena itu, yang dua orang sebenarnya adalah penganggur, hanya saja tidak kentara.
  • Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
  • Pengangguran Terbuka (Open Unemployment. Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Penyebabnya antara lain: tidak tersedianya lapangan kerja, tidak sesuai antara lapangan kerja denagn latar belakang pencari kerja, dan tidak berusaha mencari pekerjaan secara keras karena memang malas.
Ø  Berdasarkan penyebab terjadinyaBerdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
  • Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
  • Pengangguran konjungtur (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh adanya siklus konjungtur (perubahan kegiatan perekonomian). Perekonomian suatu Negara sering menghadapi perubahan. Bila permintaan terhadap barang dan jasa turun terjadilah penurunan permintaan missal terhadap tenaga kerja.·         Pengangguran struktural (structural unemployment)Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:1.      Akibat permintaan berkurang2.      Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi3.      Akibat kebijakan pemerintah
  • Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
  • Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
  • Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
  • Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).2.     Masalah Pengangguran di IndonesiaPengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
        Tingkat kemakmuran sebuah negara dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi penduduk Negara tersebut. Semakin tinggi pendapatan perekonomian Negara perkapita, dapat disimpulkan bahwa kehidupan rakyatnya semakin sejahtera. Tingkat perekonomian dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya.        Namun, jika terlihat pertumbuhan perekonomian Negara begitu lambat dan tersendat-sendat, bisa dikatakan tingkat kesejahteraan rakyatnya belum meningkat dan bisa dan bisa disebut masih banyak yang menggantungkan hidupnya pada orang lain alias menjadi pengangguran. Tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya masyarakat yang lulus dari perguruan tinggi untuk membuka peluang usahannya sendiri.            Pengangguran di Indonesia meningkat pula dengan semakin berkurangnya lapangan pekerjaan bagi mereka yang hanya mendapat pendidikan sampai jenjang sekolah lanjut atas. Perkembangan zaman yang semakin membutuhkan tenaga ahli diberbagai bidang sesuai spesifikasi keilmuan, menyebabkan para lulusan sekolah lanjut atas hanya bisa menjadi pegawai toko, buruh pabrik, atau tenaga kebersihan disebuah perusahaan.            Dan juga pengangguran bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan dimana semua orang sama pekanya terhadap kemungkinan itu tidak peduli apapun jenis kelaminnya, umur, kebangsaan, dan jenis jabatannya dalam masyarakat. Cateris paribus, tingkat pengangguran adalah lebih tinggi bagi kaum wanita daripada kaum pria, untuk pekerja kasar daripada pekerja kantoran, bagi kaum remaja daripada pekerja yang dewasa usianya, dan bagi orang berkulit hitam daripada kaum berkulit putih.            Tingkat perbedaan pengangguran menyangkut investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam latihan kerja praktek bagi pekerja. Investasi semacam itu dilakukan terhadap diri seorang pekerja, investasi itu menjadi suatu biaya yang terpendam. Perusahaan akan segera memutuskan hubungan kerja dengan segera seorang pekerja dimana ia sudah melakukan investasi yang besar, sekalipun produk marjinal pekerja yang sekarang adalah kurang daripada upahnya yang sekarang. Jadi, dalam periode merosotnya permintaan bagi produk perusahaan, terutama  sekali apabila perusahaan tidak mengetahui dengan pasti apakah permintaan yang berkurang itu bersifat sementara atau permanen, perusahaan akan bersedia untuk mengurangi produksinya yang sekarang. perusahaan dapat mencapai hal ini dengan cara melepaskan dulu para pekerja yang ia tidak benyak menanam investasi. Jadi, akan terdapat perbbedaan pergeseran dalam permintaan bagi berbagai maca tipe pekerja yang dipekerjakan oleh perusahaan. Permintaan bagi pekerja yang kurang atau sedikit sekali mempunyai investasi dari perusahaan dalam latihan kerja dapat mengalami kemerosotan mencolok, permintaan akan tenaga kerja terlatih hanya menurun sedikit atau tidak ada sama sekali.Dalam kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP), Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur- unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguranDalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.            Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.

3.      Data Pengangguran di IndonesiaAngka pengangguran di Indonesia masih sangat mencengangkan. Menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah penganggur terbuka di Indonesia mencapai 8,32 juta orang atau 7,14 persen dari 116,53 juta orang angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang, bertambah 1,54 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,94 juta orang atau bertambah 3,35 juta orang dibanding Februari 2007 sebesar 108,13 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 102,05 juta orang, bertambah 2,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang, atau bertambah 4,47 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 97,58 juta orang.
Jumlah penganggur pada Februari 2008 mengalami penurunan sebesar 584 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007 yaitu dari 10,01 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 9,43 juta orang pada Februari 2008, dan mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 10,55 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 8,46 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2007 yang besarnya 9,11 persen, demikian juga terhadap keadaan Februari 2007 yang besarnya 9,75 persen.
Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2008, hampir di seluruh sektor mengalami peningkatan jumlah pekerja jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi berturut-turut yaitu: sektor jasa kemasyarakatan naik 1,82 juta orang serta sektor perdagangan naik 1,26 juta orang.
Dari sisi gender, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
BPS melakukan survei setiap Februari dan Agustus per tahun, dari hasil survei diketahui sumber pengangguran dari lulusan SMK sebesar 17,26 persen, lulusan SMA 14,31 persen, lulusan Universitas 12,59 persen, lulusan Diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen, lulusan SD dan tidak sekolah 35,24 persen.
Data pengangguran di Indonesia, dapat digolongkan menjadi beberapa segi, diantaranya:
1. Angka Pengangguran Terbuka di Indonesia
Salah satu jenis pengangguran yang bisa diukur dengan data Sakernas adalah pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Pengangguran terbuka artinya orang yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah punya pekerjaan tapi belum dimulai, dan orang yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan.
2. Angka Pengangguran Menurut Umur
Pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15 tahun keatas) dan 8,5 juta-nya penduduk usia 15-29 tahun. Pengangguran terbuka banyak terjadi di usia remaja 15 sampai 29 tahun (23%). Di usia tersebut banyak sekali lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan, dari yang baru lulus SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak sekolah. Sedangkan untuk usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya tidak terlalu tinggi (hanya 4%).
3. Angka Pengangguran Menurut Perkotaan atau Pedesaan
Kita semua sudah tahu bahwa sebagian besar pekerjaan tersedia lebih banyak di perkotaan, sekaligus pekerjaan di perkotaan menjajikan lebih banyak pendapatan. Inilah yang menyebabkan pencari kerja berbondong- bondong ke perkotaan yang berakibat angka pengangguran terbuka di kota lebih besar (13,3%) dibandingkan pedesaan (8,4%).
Selain itu yang menarik lagi perempuan penganggur usia 15 tahun lebih di pedesaan hampir sama dengan penganggur laki-laki di kota. Ini yang mungkin patut dicermati oleh pemerintah yang ingin mengurangi pengangguran. Penciptaan lapangan pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan, pedesaan-pun butuh kegiatan-kegiatan yang mendatangkan pendapatan. Terutama lapangan pekerjaan yang bisa memperdayakan perempuan yang ingin bekerja dan penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan.
4.  Pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinanTanggal 17 Oktober 2008 lalu komunitas global baru saja merayakan hari anti kemiskinan se-dunia. Akan tetapi di negeri ini, kemiskinan adalah simbol sosial yang nyaris absolut dan tak terpecahkan. Sejak masa kolonial hingga saat ini, predikat negeri miskin seakan sulit lepas dari bangsa yang potensi kandungan kekayaan alamnya terkenal melimpah. Cerita pilu kemiskinan seakan kian lengkap dengan terjadinya berbagai musibah alam dan bencana buatan: gempa bumi, tsunami, lumpur panas Lapindo, dan kebakaran hutan yang diikuti kabut asap. Kantung-kantung kemiskinan di negeri ini kian hari kian menyebar bak virus ganas, mulai dari lapis masyarakat pedesaan, kaum urban perkotaan, penganggur, hingga ke kampung-kampung nelayan.Lepas dari perdebatan indikator yang digunakan, data kemiskinan di negeri ini terus menunjukkan trend memburuk. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17 persen dari populasi penduduk yang kini telah mencapai angka 220 juta jiwa. Menurut data resmi Susenas (BPS, 2006), jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa (15,97 persen) menjadi 29,05 juta jiwa (17,75 persen). Sementara jumlah penganggur menurut data Sakernas (BPS, 2006) juga terus meningkat dari 10,9 juta jiwa (10,3 persen) pada Februari 2005 menjadi 11,1 juta jiwa (10,4 persen) pada Februari 2006.
Padahal, perang melawan kemiskinan sudah ditabuh sejak lama di negeri ini. Di era Orde Baru, misalnya, pemerintah menggalang berbagai sarana dan cara untuk mengatasi kemiskinan. Pembangunan fisik digenjot di berbagai bidang, pertumbuhan ekonomi menjadi fokus perhatian, investasi asing digalakkan, berbagai jenis skema kredit investasi kecil dan kredit modal kerja digelar, bahkan utang luar negeri pun ditempuh sebagai alternatif untuk menopang idea of progress bernama pembangunan. Akan tetapi, seluruh angka-angka keberhasilan pembangunan yang digarap secara intens selama 30 tahun itu, rontok tersapu krisis ekonomi dan gejolak politik tahun 1998.
Meski pemerintahan terus berganti, kemiskinan tetap saja menjadi virus endemis yang terus mendera rakyat. Secara empirik, data pemerintah menunjukkan, 70 persen rakyat kita menggantungkan sumber penghidupannya dari sektor ekonomi mikro berbasis sumber daya alam terbarukan. Di sektor pertanian, petani kita telah sejak lama mengembangkan tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternakan. Di sektor kelautan dan perikanan, nelayan kita sanggup mengembangkan perikanan budi daya, perikanan tangkap, industri bioteknologi kelautan, dan non-conventional ocean resources. Sementara di sektor kehutanan, masyarakat kita mampu mengoptimalkan pengelolaan hutan alam, hutan tanaman industri, dan agroforestry.
Pada level teknis, data tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 23 persen anggaran pembangunan pemerintah yang tergunakan. Akibatnya, dana pembangunan yang berjumlah lebih dari Rp 50 triliun parkir di Bank Indonesia. Sementara di bank pembangunan daerah (pengelola dana pemerintah daerah), lebih dari Rp 40 triliun juga parkir dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dana “menganggur” ini semestinya bisa digunakan untuk membantu percepatan pertumbuhan sektor riil agar mampu menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan.
5. Faktor penyebab pengangguran di IndonesiaUsaha mengatasi pengangguran bukanlah kewajiban pemerintah semata. Seluruh penduduk Indonesia diharapkan partisipasinya untuk mengatasi masalah ini. Walau, bukan hal mudah, pengangguran pasti bisa ditangani bila pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama.Faktor penyebab pengangguran sendiri seringdiciptakan oleh dirinya masing-masing. Penyebabnya pun bisa secara disengaja ataupun tidak. Faktor apa saja yang sering atau mungkin muncul dari diri kita yang menyebabkan terciptanya pengangguran dan tidak adanya lapangan kerja. Sebenarnya kesulitan lapangan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama: faktor Pribadi dan faktor sosial ekonomi.PertamaFaktor PribadiDalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh kemalasan, cacat/udzur dan rendahnya pendidikan dan ketrampilan. Penjelasannya sebagai berikut :1.      Rasa malas dan ketergantungan diri pada orang lain.Misalnya ada seorang lulusan sarjana yang kemudian tidak mau bekerja dan lebih suka menggantungakan hidup pada orang tua atau pada pasangannya bila sudah menikah. Ia termasuk menjadi pengangguran, selain itu ia melewatkan peluang untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan bagi orang lain. Bila banyak lulusan sekolah seperti itu, tingkat pengangguran tentu akan sangat tinggi.2.      CacatDalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.3.      Pendidikan RendahTidak bisa dipungkiri, tingkat pendidikan yang rendah bisa menyebabkan seseorang untuk sulit mendapatkan pekerjaan. Kalau ingin menciptakan lapangan kerja sendiri, tetap akan kesusahan karena pola piker dan pengetahuannya tidak berkembang. Ini bukanlah hal mutlak, tetap ada beberapa orang yang berhasil memiliki pekerjaan walau hanya berpendidikan rendah.4.      Kurang keterampilanBanyak orang yang walau lulusan SMP atau SMA, tetap sukses dibidang tertentu karena memiliki suatu keterampilan. Keterampilan yang dimaksud tentu bermacam-macam.5.      Tidak mau berwirausahaBila banyak lulusan sekolah tidak terlalu focus dalam melamar kerja tapi menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri atau membuat lapangan kerja yang berguna bagi orang lain, pastilah angka pengangguran di Indonesia bisa ditekan bahkan bisa jadi tidak ada lagi yang menganggur.6.      Faktor Kemiskinan. Banyaknya jumlah pengangguran itu dari kalangan masyarakat miskin. Karena untuk mendapatkan pekerjaan itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya: Di suatu pabrik, untuk menjadi seorang karyawan di suatu pabrik tersebut, harus ”ada orang dalam” yang membantunya dan menjamin pekerjaan dapat diraih selain itu juga orang yang ingin masuk pabrik tersebut harus memakai jasa seorang calo dengan memberikan ”uang jerih payah”. Dan nominal uang tersebut tidak sedikit. Kesimpulannya, orang yang tidak mempunyai uang, dia tidak bisa kerja.7.      Faktor KeahlianUntuk zaman sekarang, diperlukan manusia yang kreatif dan inovatif. Meskipun hanya lulusan SLTA, jika seseorang itu mempunyai keahlian dan keterampilan, maka orang tersebut bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Contohnya: Membuat kue, membuat prakarya, dan lain-lain.Tetapi, masyarakat Indonesia pada umumnya malas untuk bekerja keras, bekerja dari nol, maka karena itu pula pengangguran tercipta.8.      Faktor BudayaTelah disebutkan bahwa sindrom pengangguran tidak hanya terjadi di kalangan bawah saja. Namun, kalangan atas pun ada. Ini dikarenakan faktor budaya. Orang yang senantiasa hidup berkecukupan, ingin memperoleh pekerjaan yang layak. Sedangkan segala sesatu itu harus mengalami proses yang jelas. Kebanyakan dari orang tersebut menginginkan kerja enak saja tanpa melakukan proses.9.      Faktor PasaranKurangnya lapangan kerja, banyaknya masyarakat yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dikarenakan krisis ekonomi yang melanda negri ini, juga rendahnya kualitas SDM yang kurang memenuhi standar di lapangan kerja tersebut.10.  Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan menerapkan sistem pegawai kontrak (outsourcing).Perusahaan-perusahaan saat ini lebih sering menerapkan sistem tersebut karena dinilai lebih menguntungkan mereka. Apabila mempunyai pegawai tetap, mereka akan dibebankan pada biaya tunjangan ataupun dana pension kelak ketika pegawai sudah tidak lagi bekerja. Namun dengan sistem pegawai kontrak ini, mereka bisa seenaknya mengambil pegawainya ketika butuh atau sedang ada proyek besar dan kemudian membuangnya lagi setelah proyek tersebut sudah berakhir. Dan tentunya hal ini akan membuat perusahaan tidak perlu membuang biaya besar.  Namun sistem ini membuat munculnya pengangguran11.  Penyediaan dan pemanfaat tenaga kerja antar daerah tidak seimbang.Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.


Kedua: faktor sistem sosial dan ekonomiFaktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran di Indonesia, di antaranya:1.       Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhanTahun depan diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor informal atau menjadi pengangguran.2.      Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyatBanyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah menambah pengangguran sekitar 1 juta orang.Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada.3.  Pengembangan sektor ekonomi non-realDalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real.Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.

  1. Banyaknya tenaga kerja wanita
Jumlah wanita pekerja pada tahun 1998 ada sekitar 39,2 juta. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki.6. Dampak pengangguran di IndonesiaAda beberapa hal yang terjadi sebagai akibat dari dampak pengangguran di Indonesia. Dampak tersebut tidak hanya berpengaruh pada orang bersangkutan, namun juga memberikan pengaruh yang bersifat negative. Diantaranya adalah: Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan bisa memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Seseorang dikatakan miskin apabila pendapatan perharinya dibawah Rp 7.500 perharinya (berdasarkan standar Indonesia) sementar berdasarkan standar kemiskinan PBB yaitu pendapatan perharinya di bawah $2 (sekitar Rp 17.400 apabila $1=Rp 8.700).·         Makin beragamnya tindak pidana kriminal.Seseorang pasti dituntut untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk tetap bisa bertahan hidup. Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak bisa saja melakukan tindakan criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau bahkan sampai membunuh demi mendapat sesuap nasi.·         Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen perdagangan anak dan sebagainya.Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula para pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan warga. Karena mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa melukai apabila tidak diberi uang.·         Terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan perebutan kekuasaan.·         Terganggunya kondisi psikis seseorang.Misalnya, terjadi pembunuhan akibat masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung lapar.·         Masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya.Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah dapipada pendapatan potensial (yang seharusnya) oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.·         Pendapatan nasional dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian pajak yang harus diterima dari masyarakat pun akan menurun.Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintaha pun akan berkutang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.·                  Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang produksi akan berkuran. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
7. Cara mengatasi pengangguran di IndonesiaBerikut beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai solusi mengatasi pengangguran di Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut :1.      Peningkatan Mobilitas Tenaga kerja dan Moral.Peningkatan mobilitas tenaga kerja dilakukan dengan memindahkan pekerja ke kesempatan kerja yang lowong dan melatih ulang keterampilannya sehingga dapat memenuhi tuntutan kualifikasi di tempat baru. Peningkatan mobilitas modal dilakukan dengan memindahkan industry (padat karya) ke wilayah yang mengalami masalah pengangguran parah. Cara ini baik digunakan untuk mengatasi msalah pengangguran structural.2.      Pengelolaan Permintaan Masyarakat.
Pemerintah dapat mengurangi pengangguran siklikal melalui manajemen yang mengarahkan permintaan-permintaan masyarakat ke barang atau jasa yang tersedia dalam jumlah yang melimpah.
3.      Penyediaan Informasi tentang Kebutuhan Tenaga Kerja.
Untuk mengatasi pengangguran musiman, perlu adanya pemberian informasi yang cepat mengenai tempat-tempat mana yang sedang memerlukan tenaga kerja. Masalah pengangguran dapat muncul karena orang tidak tahu perusahaan apa saja yang membuka lowongan kerja, atau perusahaan seperti apa yang cocok dengan keterampilan yang dimiliki. Masalah tersebut adalah persoalan informasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan system informasi yang memudahkan orang mencari pekerjaan yang cocok. System seperti itu antara lain dapat berupa pengumuman lowongan kerja di kampus dan media massa. Bias juga berupa pengenalan profil perusahaan di sekolah-sekolah kejuruan, kampus, dan balai latihan kerja.
4.   Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi baik digunakan untuk mengatasi pengangguran friksional. Dalam situasi normal, pengangguran friksional tidak mengganggu karena sifatnya hanya sementara. Tingginya tingkat perpindahan kerja justru menggerakan perusahaan untuk meningkatkan diri (karir dan gaji) tanpa harus berpindah ke perusahaan lain.
Menurut Keynes, pengangguran yang disengaja terjadi bila orang lebih suka menganggur daripada harus bekerja dengan upah rendah. Di sejumlah Negara, pemerintah menyediakan tunjangan/santunan bagi para penganggur. Bila upah kerja rendah maka orang lebih suka menganggur dengan mendapatkan santunan penganggur. Untuk mengatasi pengangguran jenis ini diperlukan adanya dorongan-dorongan (penyuluhan) untuk giat bekerja.
Pengangguran tidak disengaja, sebaliknya, terjadi bila pekerja berkeinginan bekerja pada upah yang berlaku tetapi tidak mendapatkan lowongan pekerjaan. Dalam jangka panjang masalah tersebut dapat diatasi dengan pertumbuhan ekonomi.
5.      Mendirikan tempat-tempat pelatihan keterampilan,
misalnya kursus menjahit, pelatihan membuat kerajinan tangan, atau BLK (Balai Latihan Kerja) yang didirikan di banyak daerah. Hal ini juga termasuk cara mengatasi pengangguran, sehingga orang yang tidak berpendidikan tinggi pun bisa bekerja dengan modal keterampilan yang sudah mereka miliki.
6.      Sebagai antisipasi, pelajar perlu diberi pendidikan non formal.
Pendidikan non formal bisa berupa keterampilan khusus, kemampuan berkomunikasi atau peningkatan EQ, serta diarahkan untuk menjadi lulusan sekolah yang mempu menciptakan suatu lapangan pekerjaan. Bukan semata-mata sebagai lulusan sekolah yang hanya bisa melamar pekerjaan.
7.      Mendorong majunya pendidikanBiar bagaimanapun, pendidikan merupakan faktor utama seseorang dalam memilih dan mendapatkan pekerjaan. Walaupun masih banyak para sarjana yang menjadi pengangguran, namun biasanya apabila seseorang mau bekerja dalam suatu prusahaan, pendidikan adalah salah satu hal yang dipersyaratkan.8.      Program pelatihan kerjaPengangguran kebanyakan disebabkan oleh masalah tenaga kerja yang tidak terampil dan ahli. Selain berpendidikan, perusahaan lebih menyukai calon pegawai yang sudah memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat relevan di Negara kita, mengingat sejumlah besar penganggur adalah orang yang belum memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Program ini dapat berjalan dengan baik apabila ada saling kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.9.      Meningkatkan dan mendorong kewiraswastaanMasalah pengangguran menjadi sedikit terpecahkan apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau berwiraswasta yang berhasil. Cara ini sebenarnya berpeluang besar dalam mengurangi pengangguran dalam masyarakat, karena dalam berwiraswasta tidak menuntut pendidikan yang tinggi. Namun biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit modal dan keuletan dalam menjalankan usahanya.10.  Meningkatkan program transmigasiTingkat pengangguran yang dialami masyarakat terutama yang berada di Pulau Jawa dapat sedikit teratasi apabila masyarakat bersedia untuk ikut program transmigrasi. Apalagi kalau kita melihat masyarakat yang tinggal di daerah kumuh di kota-kota besar. Daerah di luar Pulau Jawa lebih banyak menyediakan  lapangan pekerjaan. Baik peluang berwiraswasta maupun pekerjaan di perusahaan lebih terbuka lebar. Apalagi bagi Anda yang mempunyai pendidikan tinggi, tidaklah terlalu sulit untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang besar.11.  Mengintensifkan program keluarga berencanaSeperti yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jadi apabila masalah keluarga berencana ini tidak dijalankan secara efektif, dapat dipastikan pengangguran di Indonesia akan semakin bertambah.12.  Mengikuti bisnis onlineApabila dijalankan dengan serius, sebenarnya cara ini cukup berhasil dalam mengurangi pengangguran bahkan mengatasi kemiskinan di suatu negara. Dalam menjalankan bisnis online sangatlah mudah dapat dijalankan semua orang, karena tidak diperlukan modal yang besar (minimal untuk sewa warnet), tidak usah memikirkan tempat usaha, dan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Dengan penghasilan yang tidak kalah dengan pekerjaan di dunia nyata.13.  Dibukanya lapangan pekerjaan baru yang dapat menerima para pengangguran di wilayahnya.Seperti: memberi fasilitas dan mempermudah pengusaha dalam negeri untuk membuka lapangan kerja baru, memajukan produksi kerajinan tangan, memberi kepercayaan pada hasil produksi dalam negeri,digalakan penjualan produksi usaha dalam negeri agar usaha dalam negeri dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.14.   Memperbaiki kejiwaan, mental dan moralitas para pengangguran untuk melakukan hal yang berguna dan berdampak positif.Seperti; pembinaan mental, pengajaraan untuk taat beragama, memperbaiki karakter, memiliki kepribadian yang baik, memperbaiki kapasitas dan kualitas yang menjadikan diri diterima di lapangan pekerjaan.
BAB IIIPENUTUPKesimpulan:1.      Pertumbuhan ekonomi memberikan peluang kesempatan kerja baru ataupun memberikan kesempatan industri untuk meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan penggunaan factor produksi, salah satunya yaitu tenaga kerja, sehingga mengurangi jumlah pengangguran.2.       Krisis ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dapat diterima. Sektor agrikultur dan sector informal di perkotaan diduga mampu menyerap angkatan kerja yang mendapat tekanan dari rasionalisasi pekerja akibat kontraksi perekonomian, khususnya di sector agrikultur.3.      Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan  atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Namun tentunya dengan jumlah pengangguran yang terus membengkak akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dan hal ini tentunya tidak bisa didiamkan terus menerus, pemerintah harus tanggap dalam menghadapi masalah perekonomian yang paling kronis ini.


sumber : http://ichatrisqi.blogspot.com/2012/04/tingkat-pengangguran-di-indonesia.html

Inventasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pentingya investasi  bagi pertumbuhan ekonomi
Investasi menjadi salah satu kata kunci dalam setiap upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi baru bagi perluasan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan  penanggulangan kemiskinan. Melalui peningkatan kegiatan investasi, baik dalam bentuk akumulasi kapital domestik maupun luar negeri, akan menjadi faktor pengungkit yang sangat dibutuhkan bagi suatu negara dalam menggerakan mesin ekonomi mengawal pertumbuhan yang berkelanjutan.
Peningkatan investasi  diharapkan akan berperan sebagai medium transfer teknologi dan  manajerial yang pada akhirnya akan berkonstribusi terhadap meningkatnya produksi dan produktivitas,  serta daya saing ekonomi suatu bangsa. Secara sederhana,  pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan ke kondisi yang  lebih  baik.
Kegiatan investasi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor lokal. Manfaat yang paling menonjol adalah berkembangnya kolaborasi yang saling menguntungkan dan terjalin antar investor asing dengan kalangan pebisnis lokal,  bisnis dan industri komponen berkembang dengan pesat, termasuk berbagai kegiatan usaha yang berorientasikan ekspor.
Kinerja investasi di Indonesia
Tahun 2012  ini tampaknya merupakan tonggak emas sejarah kinerja  investasi Indonesia,  meskipun dibayang-bayangi kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan bagi ekspansi peningkatan kegiatan investasi,   namun kinerja investasi di Indonesia dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan.
Data yang dilansir Kantor BKPM (22/10), membuktikan hal tersebut, hal ini terlihat dari kinerja investasi pada triwulan II atau hingga September 2012, yang  telah menembus angka Rp 229 triliun  atau 81,1% dari target tahun ini, realisasi investasi tersebut meningkat sekitar 27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.  Hal ini berdampak positip terhadap penambahan pendapatan (produk domestik bruto/PDB)
Kinerja  investasi  Rp 229,9 triliun tersebut merupakan akumulasi realisasi penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA), pada periode Januari–September 2012, PMDN mencapai Rp 65,7 triliun dan PMA mencapai Rp164,2 triliun.
Salah satu hal yang menggembirakan dalam struktur realisasi investasi di Indonesia tersebut adalah mulai terjadinya pemerataan, tercermin dari porsi investasi di luar Jawa yang terus naik. Pada Januari–September 2012, investasi di luar Jawa mencapai Rp107,0 triliun atau 46,5 persen di antara total investasi. Angka tersebut naik jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu Rp81,1 triliun atau 44,8 persen di antara total realisasi investasi, pemerataan investasi ini sangat penting untuk mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Capaian kinerja investasi tersebut di atas,   sesungguhnya menunjukkan indikator mulai berhasilnya berbagai upaya perbaikan iklim investasi yang telah dilakukan pemerintah  dalam meningkatkan investasi dan memberikan nilai tambah  dan daya saing perekonomian nasional,  di sisi lain, kinerja investasi  menunjukkan meningkatkan kepercayaan dunia usaha kepada Indonesia, jumlah penduduk  yang besar serta meningkatnya jumlah kelas menengah  menjadi daya tarik utama bagi kegiatan investasi,  disamping terus membaiknya makro ekonomi Indonesia.
Tantangan ke depan

Jujur harus diakui bahwa capaian kinerja di bidang investasi sebagaimana yang dijelaskan di atas bukanlah tanpa hambatan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam memanfaatkan  “golden opportunity”  yang kita miliki   dan memelihara   “angsa bertelur emas”,yang  ada,  perlu mempersiapkan diri secara dini agar kita tidak tergilas oleh derasnya gelombang  globalisasi dan jelang berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean Tahun 2015  mendatang.
Trend ke depan,  investasi di Indonesia tak lagi mengacu pada asumsi makro, melainkan pada iklim investasi atau tempat tujuan investasi itu berada, sungguh-sungguh  dan kerja keras semua pihak untuk memastikan kesiapan kita dalam menghadapi persaingan global, kasus “pemerasan”  dalam pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol,  maraknya aksi unjuk rasa di DKI akhir-akhir ini pasca penetapan UMP DKI Jakarta, serta berbagai  masalah kebijakan di daerah, seperti; pembebasan lahan, pungutan, izin usaha, telah menimbulkan rasa was-was kalangan investor terhadap masa depan investasinya, bahkan berkembang wacana untuk merelokasi kegiatan investasi ke tempat yang lebih menguntungkan.
Maraknya aksi demo buruh melakukan mogok kerja dan penyimpangan kewenangan pemerintah daerah secara kumulatif akan  memukul iklim investasi nasional.  Alasannya, para investor akan melihat Indonesia bukan sebagai negara yang kondusif untuk menanamkan modal. Padahal, datangnya investasi akan menyerap tenaga kerja oleh karena itu orientasi pada pembangunan ekonomi nasional dan lokal perlu dibuat agar lebih mendekatkan pada kepentingan kehadiran calon investor.
Penyaluran aspirasi buruh agar dilakukan dengan tertib dan kepala dingin serta mengefektifkan forum bipartit, tripartit dan saluran resmi lainnya agar tidak ditunggangi untuk kepentingan jangka pendek, tekanan-tekanan yang menuntut keadilan dan perbaikan kesejahteraan karyawan didasari atas  upaya mencari titik temu, mencari solusi-solusi kompromi demi kepentingan kelangsungan hidup usaha. Janganlah tujuan-tujuan politik dan kepentingan dari segelintir kelompok dicampur-adukkan dalam proses pemberian perijinan investasi dan usaha dengan memperpanjang jalur birokrasi.
Proses otonomi daerahpun perlu dilakukan dengan bijak tanpa membebani kepentingan dunia usaha secara berkelebihan. Proses pencarian dan penetapan sumber-sumber keuangan pemerintahan daerah hendaknya dapat dilakukan dengan memperhatikan keberlangsungan dan eksistensi perusahaan-perusahaan yang telah bermukim lama di daerah. Budaya melayani kepentingan calon investor baru perlu ditanamkan diseluruh jajaran aparat birokrasi pemerintahan.
Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa wilayah atau kawasan tempat berusaha tidak lagi dapat ditawarkan dan dipromosikan dengan mudah. Masih ada ratusan alternatif tempat usaha di berbagai lokalitas di penjuru dunia yang memiliki aksesibilitas ke pasar global. Tidak ada cara yang lebih baik apabila birokrat pemerintahan memberikan pelayanan yang terbaik, memangkas birokrasi, mengurangi beban-beban usaha yang berlebihan, menciptakan iklim investasi dan usaha.   
Mempersiapkan Masa Depan mengoptimalkan “Golden Opportunity”
Budaya melayani kepentingan calon investor baru perlu ditanamkan diseluruh jajaran aparat birokrasi pemerintahan. Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa wilayah atau kawasan tempat berusaha tidak lagi dapat ditawarkan dan dipromosikan dengan mudah. Ancaman hengkangnya para pengusaha dari tanah air perlu disikapi dengan arif dan bijaksana dan tidak dianggap sebagai ancaman kosong belaka, mengingat dalam era globalisasi  alternatif tempat usaha di berbagai lokalitas di penjuru dunia yang memiliki aksesibilitas ke pasar global merupakan suatu keniscayaan.
Pemerintah daerah juga dituntut untuk dapat memelihara iklim usaha yang baik dan tidak memberatkan dunia usaha dan para calon investor di kawasannya masing-masing. Akhirnya bagi masyarakat, pada era demokratisasi saat ini yang sedang marak akhir-akhir ini dengan berbagai tuntutan-tuntutan yang berlebihan janganlah mengorbankan iklim usaha yang telah terbina. Pengusaha dan calon investor di manapun menuntut kenyamanan, keamanan dan kepastian berusaha dari proses penanaman modalnya di daerah. Kemajuan dan peningkatan volume produksi dari kegiatan-kegiatan investasi yang diunggulkan sudah pasti lambat laun akan memberikan efek pengganda pada perekonomian lokal dan pendapatan rumah tangga masyarakat disekitarnya.
Intinya diperlukan adanya percepatan sinergitas para pemangku kepentingan  para pelaku bisnis, calon investor, pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta tak kalah pentingnya adalah para buruh/pekerja dalam membangun  iklim investasi yang kondusif untuk terselengaranya investasi pada tataran implementasi, karena sebaik apapun  grand design dalam bentuk kebijakan dan program akan sangat ditentukan oleh political will untuk menerjemahkan gagasan besar tersebut,  agar dapat diimplementasikan pada tataran praksis, Pemerintah daerah melalui mesin birokrasi yang ada  dituntut untuk dapat memelihara iklim usaha yang baik dan tidak memberatkan dunia usaha dan para calon investor di kawasannya masing-masing.  
Perbaikan iklim investasi akan berkonstribusi positif terhadap meningkatnya kegiatan investasi yang semata-mata tidak hanya mengandalkan kemampuan keuangan negara, dengan meningkatnya ditengah keterbatasan kemampuan keuangan negara, kegiatan investasi selanjutnya akan berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai prasarat menuju peningkatan kesejahteraan rakyat, oleh karena itu sangat diperlukan komitmen dan dukungan kongkrit  para pemang kepentingan (birokrasi, pengusaha dan pekerja  serta masyarakat)  dalam membangun akselerasi sinergitas menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investasi, agar “golden opportunity”  yang kita miliki dapat ditranformasi menjadi salah satu faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi.
sumber : 

Pendapatan Nasional Sebagai Indikator Kesejahteraan Ekonomi

PENDAPATAN NASIONAL
Salah satu indikator perekonomian suatu negra yang sangat penting adalah yang disebut dengan pendapatan nasional.
Pendapatan nasional sering dipergunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal :
·        Menentukan laju tingkat perkembangan/pertumbuhan perekonomian suatu negara
·        Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya.
·        Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan negara lain nya.
Beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan terhadap ukuran-ukuran kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah:
          Dudley Seers mengemukakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu diperhatikan dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara.  3 masalah tersebut adalah:
·        Tingkat kemiskinan
·        Tingkat pengangguran
·        Tingkat ketimpangan di berbagai bidang
J.L. Tamba, berpendapat bahwa ada 4 hal sebagai dasar untuk mengukur perekonomian dan kemakmuran di indonesia. 4 hal tersebut adalah:
·        Kesehatan dan keamanan
·        Pendidikan keahlian dan standar hidup
·        Pendapatan
·        Pemukiman
Hendra Esmara, lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, yakni:
·        Penduduk dan kesempatan kerja
·        Pertumbuhan ekonomi
·        Pemerataan dan kesejateraan masyarakat
Untuk mendapatkan nilai atau angka indikator tersebut digunakan tiga pendekatan perhitungan, yakni :
a.     Pendekatan produksi
b.     Pendekatan pengeluaran
c.      Pendekatan pendapatan
Menghitung pendapatan nasional Indonesia dengan pendekatan produksi (PDB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu. Semua faktor produksi yang beralokasi dalam perekonomian tersebut outputnya diperhitungkan dalam PDB. Yang perli di ingat dalam perhitungan tersebut, jangan sampai terjadi perhitungan ganda yang dapat menyebabkan pendapatan nasional Indonesia menjadi lebih besar. Akibatnya bantuan luar negeri akan di alihkan ke negara lain karena seolah-olah Indonesia sudah cukup maju dan makmur.
Untuk menghindari kesalahan perhitungan ganda tersebut dapat digunakan salah satu dari dua cara dibawah ini:
·        Yang pertama, PDB hanya dihitung dari nilai akhir dari suatu produk saja.
·        Yang kedua, dengan menjumlahkan nilai tambah dari masing-masing komoditi yang dihasilkan oleh produsen, maka pendapatan nasional dengan cara ini akan mendapatkan hasil yang sama.
Menghitung pendapatan nasional Indonesia dengan pendekatan Pengeluaran (GNP)
          GNP (Gross National Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh sektor ekonomi di Indonesia. Cara memperoleh nilai GNP ini sangat berbeda dengan BDP, kalau BDP dibatasi dengan wilayah, maka GNP dibatasi dengan kewarganegaraan.
Menghitung pendapatan nasional  Indonesia dengan Pendekatan Pendapatan (NI)
          NI (National Income) adalah pendapatan nasional yang nilainya didapat dengan cara menjumlahkan semua hasil/pendapatan yang diperoleh semua sektor ekonomi di indonesia dalam kurun waktu tertentu. Angka PN dapat diturunkan dari angka PNN. Untuk mendapatkan angka PN dari PNN, kita harus mengurangi PNN dengan angka pajak tidak langsung (PTL) dan menambahkan angka subsidi (S). Pajak tidak langsung harus dikurangkan, karena tidak mencerminkan balas jasa atas faktor produksi. Sedangkan subsidi harus ditambahkan karena merupakan balas jasa atas faktor produksi, tetapi tidak masuk dalam perhitungan PNN. PN = Pendapatan Nasional (National Income)
PNN = Produk Nasional Neto (Net National Product)
PTL = Pajak Tidak Langsung
S = Subsidi
Pendapatan nasional yang siap dibelanjakan (Y Diposible)
          Yang dimaksud pendapatan nasional (Y) Diposible adalah pendapatan nasional yang telah siap untuk dibelanjakan.
Y Diposible = NI + Tr – Tx langsung, dimana
Tr = Goverment Transfer, subsidi pemerintah
Tx = Pajak Langsung

Y Pribadi

          Pendapatan nasional pribadi adalah pendapatan nasional diposible yang telah dikurangi dengan pajak pribadi, dihitung dengan formula :
Yp = Yd – Tx pribadi, dimana:
Yp = pendapatan nasional pribadi
Yd = pendapatan nasional diposible

Pendapatan Nasional Per Kapita           pendapatan per kapita biasanya digunakan sebagai salah satu indikator akhir dalam melihat kemajuan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pendapatan per Kapita ini diperoleh dengan membagi pendapatan nasional (GNP atau PDB) dengan jumlah penduduk di suatu negara.

Penyesuaian Tingkat Bunga dan Dampaknya Terhadap Inflasi

Pendahuluan
Latar Belakang masalah
Berkembangnya proses globalisasi, dimana seperti tidak adanya batas antar negara di dunia serta nampaknya setiap negara menjadi terintegrasi, maka kegiatan atau aktivitas ekonomi pun sekarang juga telah menjadi satu kesatuan yang global (globally unified). Perubahan yang terjadi pada ekonomi suatu negara, secara cepat mempengaruhi ekonomi negara lain terutama negara-negara yang menjadi partner ekonomi atau mempunyai hubungan ekonomi yang sangat erat.
Perubahan-perubahan dalam aktivitas ekonomi ini biasanya tercermin dalam perubahan atau fluktuasi nilai mata uang. Dan tentu saja, konsekuensinya bagi perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan-perusahaan eksportir atau importir akan menghadapi kecemasan-kecemasan dalam hal devaluasi atau revaluasi. Belum lagi mengantisipasi aktivitas para spekulan mata uang yang kadang cukup signifikan mempengaruhi nilai mata uang. Dalam berbagai hal devaluasi bisa dikaitkan dengan depresiasi dan revaluasi dengan apresiasi.
Berdasarkan sudut pandang teori makroekonomi, ada empat faktor yang bisa mempengaruhi nilai tukar, yaitu tingkat suku bunga, tingkat inflasi, peredaran uang dan neraca pembayaran. Ketiga faktor yang pertama merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi atau menentukan nilai tukar. Sedangkan neraca pembayaran merupakan faktor yang cukup kompleks, karena dalam pendekatannya mempertimbangkan lebih banyak faktor ekonomi dibanding ketiga lainnya yang diatas.
Masalah penelitian
a. Perumusan masalah
Masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana dampak perubahan tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan money supply secara parsial yang menyebabkan perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika ?
b. Berapa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang sebenarnya dengan didasarkan pada ketiga faktor secara bersama-sama ditambah dengan fkator- perubahan nilai tukar pada periode sebelumnya ?
c. Bagaimana hubungan sebab akibat (Kausalitas) antara perubahan nilai tukar pada periode sebelumnya ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk melihat signifikansi perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat inflasi dan perubahan money supply secara parsial terhadap perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang sebenarnya.
2. Untuk menentukan nilai tukar yang seharusnya dari Rupiah terhadap Dollar Amerika dengan menggunakan faktor perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat inflasi, dan perubahan money supply secara bersama-sama ditambah dengan faktor perubahan nilai tukar pada periode sebelumnya.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi umum adalah untuk sebagai pertimbangan bagi semua pihak terutama pelaku-pelaku ekonomi yang dalam keseharian aktivitas ekonomi dan bisnisnya terpengaruh atau berhubungan dengan nilai tukar Rupiah dangan Dollar Amerika.
Keterbatasan Penelitian
Untuk mempermudah dan agar penelitian ini lebih terarah dan mudah untuk dipahami sesuai dengan tujuan pembahasan, maka ruang lingkup penelitiannya mencakup :
1. Penelitian dilakukan hanya pada indikator ekonomi tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan money supply yang dimana mudah dalam data dan pemahaman.
2. Data yang diambil adalah data tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan money supply di Indonesia dan Amerika Serikat, serta nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika selama kurun waktu dari tahun 1997 sampai dengan pertengahan 2001.
Kerangka Teoritis
1. Sistem Moneter Internasional
Sistem Moneter Internasional, menurut Shapiro (1999) dasarnya mengacu kepada sekumpulan kebijakan. Institusi, dan mekanisme yang menentukan nilai dimana sebuah mata uang ditukar dengan mata uang lain. Sedangkan menurut Chacholiades (1990), mengacu kepada kerangka kerja dari aturan, regulasi, dan konvensi yang mengatur hubungan finansial antar negara. Namun selanjutnya Chacholiades mengatakan bahwa sistem moneter internasional dapat diasumsi menjadi banyak bentuk yang berbeda. Semua sistem moneter internasional, bagaimanapun bentuknya, mempunyai banyak persamaan dan hanya berbeda sedikit.
Untuk menghindari kebijakan ekonomi yang destruktif di masa depan, sekelompok negara setuju dengan sistem moneter yang baru pada saat konferensi yang diadakan di Bretton Eoods, New Hampshire pada tahun 1944. Konferensi tersebut juga melahirkan dua institusi baru yaitu IMF (International Monetary Fund) dan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development)/ World Bank. Dan pada Desember 1971, dengan persetujuan Smithsonia dollar didevaluasi menjadi 1/38 ounce emas serta mata uang lain dinilai ulang. Semenjak itu dunia mulai beralih ke sistem nilai tukar mengambang.
Ketika terjadi krisis moneter 1998 di Asia, khususnya Indonesia, muncul sistem moneter yang bernama CBS (Currency Board Systems). Sistem CBS ini akan membentuk suatu Currency Board yaitu suatu lembaga yang mengeluarkan uang kertas, uang logam, dan deposito yang sepenuhnya dapat ditukar dengan mata uang acuan pada nilai tukar tetap.
Tujuan utama CBS di Indonesia adalah menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal ini dilakukan dengan peg mechanism (mematok/merancang) kurs rupiah terhadap US$ pada pasar tertentu. Implikasi penerapan CBS di Indonesia tidak hanya mengenai pemberlakuan nilai tukar fixed antara mata uang rupiah dengan mata uang dollar, tetapi juga berdampak pada perubahan kebijaksanaan sistem moneter yang selama ini diterapkan.
2. Macam-Macam Sistem Nilai Tukar
Dikenal beberapa macam sistem nilai tukar, yaitu :
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (fixed exchange rate)
Salah satu kondisi utama yang diperlukan agar arus perdagangan dan investasi internasional atau antarnegara dapat berjalan lancar adalah sistem nilai tukar atau foreign exchange rate yang tetap atau stabil. Sehingga akan memberikan kepastian kepada kegiatan perdagangan dan investasi atau dunia bisnis internasional pada umumnya (Hady ;1999).
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang (floating exchange rate)
Dalam Sistem nilai tukar mengambang ini nilai tukar mata uang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada pasar valuta asing (valas). Apabila penentuan nilai tukar valas di pasar valas tersebut terjadi tanpa campur tangan pemerintah maka disebut sebagai sistem clean float atau freely floating system atau sistem nilai tukar mengambang murni. Sebaliknya, apabila pemerintah turut campur tangan mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap valas di pasar valas maka disebut sebagai dirty float atau managed floating system atau sistem nilai tukar mengambang terkendali.
c. Sistem Nilai Tukar Terkait (Pegged Exchange Rate System)
Sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan nilai mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentui. Sistem ini antara lain dilakukan oleh beberapa negara Afrika yang mengaitkan nilai mata uangnya dengan mata uang Prancis (r’RF) dan beberapa negara lain.
d. Target-Zone Arrangement
Banyak para ekonom dan pembuat kebijakan mengatakan bahwa negara-negara industri bisa mengurangi pergerakan dari nilai tukar dan menciptakan stabilitas ekonomi jika Amerika Serikat, Jerman Jepang menghubungkan mata uang mereka dalam sistem zona target. Pada Target-Zone Arrangement, negara-negara menyesuaikan kebijakan nasional ekonominya untuk menjaga nilai tukar mereka pada suatu margin yang telah disepakati, nilai tukar tetap central (Shapiro ;1999).
3. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Secara umum yang mempengaruhi nilai tukar, adalah faktor-faktor atau kondisi seperti faktor fundamental, faktor teknis, faktor psikologis dan faktor spekulasi. Sedangkan “secara tidak langsung” penawaran (Supply) dan permintaan (demand) dari suatu mata uang dipengaruhi oleh :
 Neraca Pembayaran atau Balance of Payment
 Tingkat inflasi
 Tingkat suku bunga
 Tingkat pendapatan
 Peraturan dan kebijakan pemerintah
 Spekulasi, ekspetasi, isu dan rumor
4. Hubungan Nilai Tukar Dengan Inflasi dan Tingkat Suku Bunga
a. Purchasing Power Parity Theory
Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan Purchasing Power Parity Theory (PPP) atau teori kesamaan daya beli, yang diperkenalkan oleh Gustav Cassel pada tahun 1918. Ada berbagai versi dari teori PPP. Yang pertama adalah versi absolut, yang juga disebut law of one price (LOP), yang dimana menyatakan bahwa harga suatu barang atau produk yang sama di dua negara yang berbeda akan sama pula dinilai dalam mata uang yang sama. Jika ada perbedaan harga dalam mata uang yang sama, maka akan ada perubahan permintaan sehingga harga barang juga berubah. Konsekuensinya perubahan harga yang terjadi akan berakibat pada penyesuaian nilai tukar.
b. Interest Rate Parity Theory
Interest Rate Parity Theory (IRP) atau teori IRP adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan bursa mata uang asing dengan pasar uang internasional. Teori ini menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga pada pasar uang internasional akan cenderung sama dengan forward rate premium atau discount.
Dalam kenyataannya, korelasi antara tingkat bunga, inflasi dan nilai tukar tidaklah signifikan, karena dipengaruhi secara simultan oleh kejadian baru dan informasi yang sama (Kulkarni ; 1999). Karena setiap kali ada perubahan yang terjadi akan selalu diikuti oleh penyesuaian-penyesuaian yang akan dilakukan.
A. Kerangka Pemikiran
Dari beberapa faktor atau indikator ekonomi yang sering digunakan adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan money supply. Dari sekian banyak teori, tingkat inflasi mempunyai atau bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang pada pasar uang. Begitu pula dengan tingkat suku bunga dan money supply yang juga bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang. Namun dengan keterbasan dan kekurangan ketiga faktor secara terpisah atau parsial, maka untuk dapat menentukan nilai tukar mata uang yang lebih baik, maka akan dilakukan dengan melakukan penggunaan faktor tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan money supply secara bersamaan ditambah dengan perubahan nilai tukar pada periode sebelumnya
Gambar. 1.1. Skema Kerangka Pemikiran
B. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang ada, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Tidak signifikan dalam menentukan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dengan menggunakan pendekatan tingkat suku bunga, pendekatan tingkat inflasi dan money supply secara terpisah.
2. Terdapat pengaruh yang cukup signifikan secara bersama-sama dari tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan money supply di Indonesia dan Amerika Serikat terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang ditambah dengan faktor perubahan nilai tukar untuk periode sebelumnya.
3. Adanya hubungan kausalitas antara nilai tukar dengan tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan money supply di Indonesia dan Amerika Serikat terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollare Amerika yang ditambah dengan faktor perubahan nilai tukar untuk periode sebelumnya. Walaupun dalam kenyataannya nilai tukar lebih tergantung pada pasar dan ketiga faktor ekonomi lainnya lebih tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang berwenang.
Metodologi Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian berisi pernyataan tentang bagaimana data akan dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan suatu pembuktian dan pengujian untuk mencapai suatu tujuan. Dalam penelitian ini akan digunakan penelitian regresional, yaitu untuk melihat pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan jumlah uang beredar (money supply) serta pengaruh perubahan dari periode sebelumnya terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
Tujuan dari penelitian regresional ini adalah untuk melihat pengaruh antara sebuah atau beberapa variabel dengan variabel lainnya. Dan dari sini akan diperoleh sebuah persamaan regresi yang akan digunakan untuk menentukan nilai tukar dari Rupiah terhadap Dollar Amerika.
B. Variabel dan Pengukurannya
Adapun variabel penelitian ini adalah :
1. Tingkat Inflasi
a. Tingkat inflasi Indonesia
b. Tingkat inflasi Amerika Serikat
2. Tingkat suku bunga
a. Tingkat suku bunga Indonesia
b. Tingkat suku bunga Amerika Serikat
3. Jumlah uang yang beredar (money supply)
a. Money supply di Indonesia
b. Money supply di Amerika Serikat
Pengukuran adalah suatu prosedur pengamatan secara identik yang menghasilkan bilangan aspek atau obyek yang diamati atau diukur. Pengukuran yang digunakan adalah ukuran nominal, yang digunakan pada kedua jenis variabel, baik variabel bebas (independent) maupun pada variabel tak bebas (dependent).
Variabel Ukuran
Independent Tingkat Suku Bunga
Tingkat Inflasi
Money Supply
Perubahan nilai tukar untuk periode sebelumnya a. Tingkat Suku Bunga Indonesia
b. Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat
a. Tingkat Inflasi Indonesia
b. Tingkat Inflasi Amerika
a. Money Supply di Indonesia
b. Money Supply di Amerika Serikat
Nominal
Dependent Perubahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Nominal
C. Prosedur Penarikan Data
Data yang diambil adalah data-data tingkat suku bunga di Indonesia dan Amerika Serikat, tingkat inflasi di Indonesia dan Amerika Serikat, money supply di Indonesia dan Amerika Serikat serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Data-data yang digunakan adalah data dari tahun 1997 sampai pertengahan tahun 2001 untuk keempat variabel tersebut.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitaif yaitu untuk meneliti hubungan antara nilai tukar dengan tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan money supply. Sehingga dengan itu akan dapat ditentukan nilai tukar berdasarkan tingkat inflasi, suku bunga dan money supply. Pengumpulan data untuk penelitian ini didapat dengan cara mendatangi lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi atau data yang dibutuhkan. Dengan demikian teknik pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder.
E. Metode Analisis Data
Sesuai dengan tujuannya, dalam penelitian ini, maka metode analisa yang akan digunakan adalah regresi linear berganda, yang dimana akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
%ER = a + b(%Eri-l ) + c(Mih – Mif ) + d(ih – if) + e(Eh – Ef)
Dimana : ih = tingkat suku bunga di Indonesia
if = tingkat suku bunga di Amerika Serikat
Eh = tingkat inflasi di Indonesia
Ef = tingkat inflasi di Amerika Serikat
M1h = money supply di Indonesia
M1f = money supply di Amerika Serikat
%ER = Perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
%ERi-1 = Perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar periode sebelumnya
Lalu dilakukan uji durbin watson untuk memeriksa ada atau tidak autokorelasi, sebab dalam asumsi regresi linear adalah tidak terdapatnya autokorelasi. Lalu uji t dilakukan untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas bisa memberi signifikansi terhadap variabel terikat secara terpisah serta uji F yang dilakukan untuk menguji pengaruh secara bersama-sama semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Dan yang terakhir adalah uji kausalitas (Granger’s Causality test) untuk melihat ada tidaknya hubungan kausalitas.
Analisa dan Pembahasan
A. Analisa Dengan Pendekatan PPP, IRP dan Money Supply
Seperti yang telah disebutkan, pendekatan secara teoritis adalah dengan membandingkan perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara terpisah berdasarkan faktor tingkat suku bunga yang terkait dengan teori IRP (Interest Rate Parity), faktor inflasi yang terkait dengan teori PPP (Purchasing Power Parity) dan faktor money supply
Dengan Pendekatan berdasarkan tingkat inflasi saja, sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
TAHUN Q TINGKAT INFLASI Eh-Ef NILAI TUKAR RUPIAH / 1 US$ Change(%)
USA INDONESIA
1997 Q1 1,07 1,96 0,89 2402,0 0,80
Q2 0,38 0,62 0,24 2431,9 1,24
Q3 0,38 2,92 2,54 3269,0 34,42
Q4 0,47 3,01 2,54 5402,5 65,26
1998 Q1 0,19 19,20 19,01 8550,0 58,26
Q2 0,56 18,30 17,74 14950,0 74,85
Q3 0,37 20,10 19,73 10850,0 -27,42
Q4 0,37 4,78 4,41 8000,0 -26,27
1999 Q1 0,37 4,76 4,39 8725,0 9,06
Q2 1,01 -0,67 -1,68 6705,0 -23,15
Q3 0,55 -2,22 -2,77 8300,0 23,79
Q4 0,64 -0,09 -0,73 7100,0 -14,46
2000 Q1 0,99 2,45 1,46 7580,0 6,76
Q2 1,08 1,04 -0,04 8760,0 15,57
Q3 0,80 2,24 1,44 8775,0 0,17
Q4 0,53 2,84 2,31 9675,0 10,26
2001 Q1 0,96 2,94 1,98 9752,0 0,80
Q2 1,04 0,03 -1,01 11390,0 16,80
Tabel 1. Perbandingan PPP dengan perubahan nilai tukar sebenarnya
Seperti dilihat pada tabel 1 diatas, maka perubahan nilai tukar tidak dapat didasarkan pada tingkat inflasi saja. Ambil contoh, seperti pada tahun 2000 untuk kuarter pertama dengan menggunakan teori PPP perubahan nilai tukar seharusnya adalah 1,46 % namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar 6,76 %. Atau kalau kita tarik mundur pada tahun 1999 kuarter ketiga, dengan menggunakan teori PPP perubahan nilai tukar seharusnya adalah -2,77 %, namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar 23,79%.
Lalu dengan pendekatan berdasarkan tingkat suku bunga saja, ada baiknya melihat terlebih dahulu pada tabel 2 berikut ini :
TAHUN Q TINGKAT SUKU BUNGA Ih-If NILAI TUKAR RUPIAH / 1 US$ Change(%)
USA INDONESIA
1997 Q1 5,00 11,07 6,07 2402,0 0,80
Q2 5,00 10,50 5,50 2431,9 1,24
Q3 5,00 22,00 17,00 3269,0 34,42
Q4 5,00 20,00 15,00 5402,5 65,26
1998 Q1 5,00 27,75 22,75 8550,0 58,26
Q2 5,00 58,00 53,00 14950,0 74,85
Q3 5,00 68,76 63,76 10850,0 -27,42
Q4 4,50 38,44 33,94 8000,0 -26,27
1999 Q1 4,73 37,84 33,11 8725,0 9,06
Q2 4,75 22,05 17,30 6705,0 -23,15
Q3 5,09 13,02 7,93 8300,0 23,79
Q4 5,31 12,51 7,20 7100,0 -14,46
2000 Q1 5,68 11,03 5,35 7580,0 6,76
Q2 6,27 11,74 5,47 8760,0 15,57
Q3 6,52 13,62 7,10 8775,0 0,17
Q4 6,47 14,53 8,06 9675,0 10,26
2001 Q1 5,59 15,82 10,23 9752,0 0,80
Q2 4,33 16,65 12,32 11390,0 16,80
Tabel 2. Perbandingan PPP dengan perubahan nilai tukar sebenarnya
Seperti dilihat pada tabel 2 diatas, maka perubahan nilai tukar tidak dapat didasarkan pada tingkat suku bunga saja. Ambil contoh, seperti pada tahun 2000 untuk kuarter kedua dengan menggunakan teori IRP perubahan nilai tukar seharusnya adalah 5,47% namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar 15,57%. Atau kalau kita tarik mundur pada tahun 1999 kuarter ketiga, dengan menggunakan teori IRP perubahan nilai tukar seharusnya adalah 7,2% namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar -14,46%.
Lalu dengan pendekatan berdasarkan faktor money supply saja, ada baiknya melihat terlebih dahulu pada tabel 3 berikut ini :
TAHUN Q NILAI TUKAR
RUPIAH / 1 US$ Change (%) Change M1 (%) M1h M1f
USA INDONESIA
1997 Q1 2402,0 0,80 -2,00 -0,82 1,18
Q2 2431,9 1,24 -0,32 10,04 10,36
Q3 3269,0 34,42 -0,45 -5,28 -4,83
Q4 5402,5 65,26 3,57 18,24 14,67
1998 Q1 8550,0 58,26 -1,98 25,44 27,41
Q2 14950,0 74,85 -0,07 11,41 11,47
Q3 10850,0 -27,42 -0,41 -6,32 -5,91
Q4 8000,0 -26,27 4,71 -1,33 -6,04
1999 Q1 8725,0 9,06 -2,13 4,45 6,59
Q2 6705,0 -23,15 0,07 0,25 0,17
Q3 8300,0 23,79 -1,00 11,48 12,48
Q4 7100,0 14,46 -5,54 5,51 -0,03
2000 Q1 7580,0 6,76 -3,50 0,02 3,53
Q2 8760,0 15,57 -0,56 7,36 7,92
Q3 8775,0 0,17 -1,19 1,19 2,38
Q4 9675,0 10,26 2,25 20,49 18,24
2001 Q1 9752,0 0,80 -0,44 -9,08 -8,64
Q2 11390,0 16,80 1,33 7,93 6,60
Tabel 3.
Perbandingan perubahan pada money supply dengan perubahan nilai tukar sebenarnya
Seperti dilihat padatabel 3 diatas, maka perubahan nilai tukar tidak dapat didasarkan pada perubahan money supply saja. Ambil contoh, seperti pada tahun 2000 untuk kuarter kedua dengan menggunakan pendekatan perubahan money supply, perubahan nilai tukar seharusnya adalah 7,92 % namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar 12,57%. Atau kalau kita tarik mundur pada tahun 1999 kuarter kedua, dengan menggunakan perubahan money supply, perubahan nilai tukar seharusnya adalah 0,17 % namun pada perubahan sesungguhnya yang terjadi adalah sekitar -23,15%.
Dari ketiga hasil diatas maka terlihat bahwa dengan menggunakan ketiga faktor tersebut secara terpisah tidak dapat menentukan perubahan nilai tukar yang terjadi. Banyak perbedaan-perbedaan yang ada antara nilai tukar yang seharusnya dengan nilai tukar yang sebenarnya.
B. Analisa Dengan Pendekatan Statistik
1. Uji Durbin-Watson
Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, dimana asumsi yang mendasari suatu pengujian di dalam regresi linear harus memenuhi asumsi dasar bahwa tidak terdapat autokorelasi antara variable bebas yang satu dengan variable bebas yang lainnya. Dalam uji ini diperoleh nilai D =2,332. Pada table Durbin-Watson terdapat dua nilai yaitu nilai bawah (dl) dan nilai atas (du). Jika nilai D yang diperoleh berada diatas nilai du, maka tidak terjadi autokorelasi sedangkan, jika nilai D berada dibawah nilai dl, maka terjadi autokorelasi. Dengan menggunakan level of significance = 0,01 dan k = 4 (jumlah variable dikurang 1) didapat nilai dl = 0,61 dan du = 1,60. Karena nilai D yang diperoleh adalah 2,332, maka nilai ini terletak diatas nilai du sehingga dengan kata lain tidak terjadi autokorelasi dalam regresi ini.
2. Uji -t
Uji t dilakukan untuk melihat apakah koefisien-koefisien masing-masing variable bebas signifikan atau tidak terhadap variable tak bebas secara terpisah. Dalam uji t harus ditentukan derajat kebebasan (df) yang dimana diperoleh dari jumlah sample dikurangi jumlah regresor (variable). Pada penelitian ini didapat derajat kebebasan adalh 13 (18-5=13). Dengan level of significance = 0,01, dan t/2 = 0,005, maka didapat nilai t-tabel adalah 3,012. Sedangkan dari nilai perhitungan nilai t untuk semua variable berada di bawah nilai t-tabel, sehingga dari hal ini dapat diartikan bahwa semua variable bebas yaitu inflasi suku bunga dan money supply tidak signifikan terhadap variable tak bebas dalam hal ini perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara parsial atau terpisah. Oleh karena itu harus dilakukan pengujian dalam hal
ini uji-F untuk melihat secara bersama-sama cukup signifikan mempengaruhi nilai tukar.
3. Uji -F
Adapun tujuan dari Uji-F ini adalah seperti disebutkan sebelumnya adalah untuk mengetahui adanya signifikansi terhadap perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, jika ketiga variable bebas digunakan secara bersama-sama. Dalam uji-F ini, jika nilai F hitung lebih kecil dari nilai F yang diperoleh dari table, maka hipotesa yang dibuat dapat diterima. Dari perhitungan yang ada, diperoleh nilai F adalah sebesar 2,97145 dan nilai F table yang diperoleh dengan sedikit tabulasi adalah 14,31. Seperti dilihat, nilai F hitung ternyata lebih kecil dari nilai F table, sehingga dapat diartikan bahwa bahwa ada signifikansi terhadap variable tak bebas dalam hal ini perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang disebabkan oleh ketiga faktor bebas secara bersamaan dalam hal ini tingkat inflasi, suku bunga dan money supply ditambah dengan perubahan nilai tukar sebelumnya.
Dari uji-uji yangtelah dilakukan serta perhitungan-perhitungan statistik maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = -1,104 + 0,140X1 + 1,942X2 + 0,008X3 + 0,344X4
Dimana : Y = Perubahan nilai tukar
X1 = Perubahan nilai tukar periode sebelumnya
X2 = Perubahan money supply
X3 = Tingakt suku bunga
X4 = Tingkat inflasi
Dengan : X2 = M1h – M1f
X3 = 1h – 1f
X4 = Eh – Ef
Sedangkan : Ih = tingkat suku bunga di Indonesia
If = tingkat suku bunga di Amerika Serikat
Eh = tingkat inflasi di Indonesia
Ef = tingkat inflasi di Amerika Serikat
M1h = money supply di Indonesia
M1f = money supply di Amerika Serikat
Dari persamaan regresi diatas maka dapat dilihat bahwa, jika terjadi kenaikan sebesar 1 % pada perubahan nilai tukar pada periode sebelumnya akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 0,140 %. Sedangkan jka terjadi kenaikan sebesar 1 % pada selisih perubahan money supply antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 1,942 %. Lalu jika terjadi kenaikan 1 % pada selisih tingkat suku bunga antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 0,008 %. Dan jika terjadi kenaikan 1 % pada selisih tingkat inflasi antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 0,344%. Dan perlu diperjelas lagi bahwa perubahan yang disebabkan oleh setiap variable bebas tersebut harus dilakukan secara simultan atau bersama-sama, tidak bisa dilihat dari satu – persatu variabel bebas tersebut.
Dan yang terakhir adalah hasil dari uji kausalitas yang digunakan untuk melihat hubungan mempengaruhi pada arah sebaliknya. Dari perhitungan yang telah dilakukan untuk faktor nilai tukar pada periode sebelumnya, perubahan money supply, dan tingkat suku bungan didapat nilai uji – F berturut – turut adalah 6,143 untuk perubahan nilai tukar periode sebelumnya,4,05909 untuk perubahan money supply, dan 11,90719 untuk tingkat suku bunga. Sehingga dari nilai –nilai tersebut yang dimana berada dibawah nilai F-tabel yang sebesar 14,31, maka dapat diartikan untuk ketiga faktor ini terhadap perubahan nilai tukar terjadi bilateral causality. Sedangkan untuk faktor inflasi didapat nilai F sebesar 22,38732 sehingga untuk faktor ini tidak terjadi hubungan kausalitas pada arah sebaliknya.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari uji-uji statistik yang telah dilakukan, diperoleh hasil dimana ketika ketiga faktor yang digunakan secara bersama ditambah faktor perubahan nilai tukar pada periode atau kurun waktu sebelumnya, akan memberikan pengaruh kepada perubahan nilai tukar sebesar 0,140 % jika terjadi kenaikan sebesar 1 % pada perubahan nilai tukar periode sebelumnya. Sedangkan jika terjadi kenaikan sebesar 1 % pada selisih perubahan money supply antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 1,942 %. Lalu, jika terjadi kenaikan sebesar 1 % pada selisih tingkat suku bunga antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukarsebesar 0,008% . Dan jika terjadi kenaikkan sebesar 1% pada selisih tingkat inflasi antara Indonesia dan Amerika akan menyebabkan perubahan nilai tukar sebesar 0,344%.
B. Saran dan Implikasi
Dalam penelitian ini, digunakan faktor-faktor yang sangat umum digunakan dan mudah dalam pemahaman sehingga bisa … masa yang akan datang berbeda dengan yang diperkirakan dari persamaan regresi yang diperoleh. Ini disebabkan dalam ekonomi terlalu banyak faktor yang harus dipertimbangkan selain kompleksitas dari masalah ekonomi itu sendiri. Faktor-faktor seperti nilai ekspor dan impor serta posisi Balance of Payment (BOP) yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi nilai tukar. Selain itu juga keterbatasan data yang diperoleh, bisa juga membuat penelitian ini, dimasa yang akan datang dapat lebih disempurnakan dengan menambah jumlah data. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal untuk melakukan penelitian-penelitian lain dengan objek-objek penelitian yang lain seperti dengan perubahan nilai tukar Rupiah dan Yen Jepang, atau dengan negara-negara lain yang dimana merupakan mitra bisnis dan ekonomi negara Indonesia.
Daftar Pustaka
Azahari, Azril. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Universitas Trisakti, 2000
Berstein, Jake. How The Future Markets Works. Second Edition. New York: New York Institute Of Finance, 2000
ChaCholiades, Miltiades. International Economics. New York: The Mc Graw-Hill Companies, 1990
Gujarati, Damodar N. Basic Econometrics. Third Edition. New York: The Mc Graw-Hill Companies, 1995
Hady, Hamdy. Ekonomi Internasional Buku Kedua, Edisi Revisi Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000
Hady, Hamdy. Valas Untuk Manager. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997
Husnan, Suad. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1998
Madura, Jeff. Internatinal Financial Management, Sixth Edition. USA: South-Western College Publishing, 2000.
Krugman, Paul R dan Maurice Obstfeld, Ekonomi Internasional, Buku Kedua, Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1994.
Reynolds, Bob. Memahami Derivatif. Batam: Interaksara, 2000.
Sp. Iswardono. Uang Dan Bank, Edisi Keempat. Yogyakarta BPFE, 1998
Sevilla, Counselo G. et al. An Introduction to Research Methods. Manila: Res Bookstore, 1984.
Schiller, Bradley R. Essentials Of Economics, Second Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, 1996.
Umar, Husein. Research Methods in Finance and Banking. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Wahana Komputer Semarang. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 10.01. Yogyakarta: Andi dan Wahana Komputer, 2002.